Thursday, January 5, 2017

THE DANCER / SANG PENARI




ah pedesaan pada tahun 1965. Mengupas kemiskinan, rendahnya literasi sehingga eksploitasi manusia dan tragedi kemanusiaan terjadi.

Satu kekhasan dari semua karya Ahmad Tohari adalah feature yang bertutur dengan sangat natural. Kental dengan nuansa desa dan budaya. Sehingga setiap kali menatap hamparan sawah, hutan desa yang kering, rumah berdinding bambu, mendengarkan gesekan dedaunan karena angin, daun-daun kering yang berjatuhan..selalu mengingatkan akan novel Ahmad Tohari khususnya ronggeng dukuh paruk.

sebelum menonton premiere film Sang penari, saya memiliki ekspetasi dalam imajinasi saya, seperti apakah film itu nanti mevisualisasikan teks dan konteks dalam novel ronggeng dukuh paruk? Bagaimana sosok srinthil, perempuan cantik khas jawa yang tentunya tidak berhidung mancung, berkulit sawo matang, dan kenes-nya sebagai penari ronggeng yang harus kalah oleh dentuman materi daripada mengikuti suara cinta dan keinginan untuk menjadi perempuan somah. Bagaimanakah gagahnya sosok rasus, laki-laki dengan karakter kebimbangan yang telah mengambil hati berikut cinta srinthil…untuk memperjuangkan srinthil bebas dari pilihan menjadi ronggeng. Serta karakter rasus sebagai laki-laki yang berupaya memperbaiki status sosialnya.

So far, bagi saya sosok srinthil diperankan dengan amat baik oleh prisia nasution. Sosok rasus yang diperankan oleh Nyoman Oka sudah cukup terwakili. Serta peran-peran aktor yang lain yang menurut saya sudah bagus castingnya, feel-nya dapat!


Menvisualisasikan teks dan konteks sebuah novel menjadi film memang bukan hal gampang. Dunia teks memiliki ruang kontemplatif dan dunia film lebih memiliki ruang rekreatif. Dalam hal ini yang saya merasakan kekurangan dari film ini. Saya menyadari tidak gampang mengadaptasi novel trilogi yang begitu kaya konteks menjadi film dengan durasi 2 jam.
tetapi dalam ending dalam film Sang penari, dengan ending Srinthil mungkin dengan gangguan sedikit mengalami gangguan mental tetapi mampu membebaskan dirinya untuk menjadi the truly dancer that meet her freedom–dance with heart not material reason–.

Anyway, atas narasi cerita, tema akan pesan sebuah budaya lokal yang tergerus jaman dan campur tangan kekuasaan, politik. Tema perempuan, seks, harga diri, kemiskinan dan rendahnya budaya literasi sehingga eksploitasi dan tragedi kemanusiaan, film ini sudah cukup merepresentasi dari novel aslinya. Pesan moral yang ingin disuarakan oleh Ahmad Tohari dalam novelnya sudah cukup tersampaikan.

Well, congratz…tuk para sineasnya dan pekerja kreatif didalamnya. :)

No comments:

Post a Comment