Thursday, January 5, 2017

film '?' the movie







menggambarkan cerita tentang
kehidupan ditengah perbedaan
agama. Yang akhir-akhir ini
Nampak menjadi masalah yang
cukup serius dinegeri seribu
budaya ini.
Fakta sejarah menunjukkan,
Nusantara kita ini memang kaya
akan agama. Pada abad ke-4
Masehi misalkan, Masyarakat
mulai diperkenalkan dengan
agama Hindu dan Budha yang
jika dipelajari secara seksama,
dua agama tersebut adalah
transformasi dari sistem
animisme dan dinamisme yang
sudah sejak dulu berkembang
diera nenek moyang kita.
Kerajaan Tarumanegara dan
sunda adalah pelopornya,
dilanjutkan dengan dua kerajaan
besar yaitu sriwijaya dan
majapahit dari abad ke-7 hingga
14 M yang konon kekuasaannya
hingga daratan thailand.
Sementara Islam, baru masuk
sekitar abad ke-6 masehi, dua
abad setelah kedatangan
kerajaan Hindu yang dibawa
Maha Resi Agastya, dan Budha
yang dibawa Pahyien. Menurut
sejarah, Islam pertama kali
datang didaratan Aceh, meski
Islam masuk ke Nusantara
sekitar abad ke-4 masehi yang
dibawa oleh para saudagar Bani
Ummaiyah, namun
berkembangnya Islam baru
sekitar abad 14 M, yang kala itu
terjadi pengucapan syahadat
massal di aceh. Sebelumnya,
kerajaan samudra pasai adalah
kerajaan Islam pertama yang
lahir, disusul oleh kerajaan Aceh
Darussalam, Malaka, Demak,
Cirebon, serta Ternate yang ikut
serta menyebarkan agama
Islam.
Setelah itu, masuklah agama
kristen katolik dan kristen
protestan yang dibawa Belanda
dan Portugis sekitar abad ke-16
masehi. Portugis menyebarkan
katolik didaerah flores dan
Timor-Timor, sementara
Protestan yang dibawa belanda
disebarkan didaerah Maluku,
Nusa Tenggara, Papua dan
Kalimantan. Kemudian, Kristen
menyebar melalui pelabuhan
pantai Borneo, kaum
misionarispun tiba di Toraja,
Sulawesi. Wilayah Sumatera
juga menjadi target para
misionaris ketika itu, khususnya
adalah orang-orang Batak,
dimana banyak saat ini yang
menjadi pemeluk Protestan .
Sementara sekitar abad 20 M,
Kong Hu Chu masuk ke
Indonesia dibawa oleh
saudagar-saudagar dari
Tiongkok. Keberadaannya
sempat ditentang banyak pihak
sebelum akhirnya disahkan
sebagai agama resmi oleh
Presiden RI kala itu KH
Abdurrahman Wahid. Dan kini,
bangsa Indonesia mengakui
secara total enam agama
sebagai agama resmi Negara.
Belajar dari sejarah, keberadaan
agama di Indonesia memang
sangatlah dinamis. Negara yang
mengunakan asas pancasila ini
secara konstitusi telah
mengakui enam agama. Islam,
Hindu, Budha, Katolik,
Protestan, dan Kong Hu chu.
Sehingga keadaan negara yang
plural, agaknya sudah bukan lagi
barang baru. Sebelum adanya
berbagai macam agama
tersebut, bangsa kita sudah
banyak belajar dari perbedaan-
perbedaan suku dan budaya.
Kehadiran film Pluralisme
tersebut, sebenarnya adalah
titik balik sejarah. Film tersebut,
mencoba membuka kembali
ingatan bangsa Indonesia
tentang sejarah Negerinya.
Negeri yang secara historis
memang telah banyak
mengalami dialektika budaya
dan agama yang sudah sejak
lama, sejak sebelum nama
Indonesia mengemuka dan
dibaiat sebagai nama resmi
negara ini.
Selain itu, perbedaan yang ada
harusnya menjadi kakayaan
yang harus dijaga. Semakin
banyak yang berbeda, semakin
menunjukkan kita kaya. Lalu,
patutkah jika kita harus baku
hantam, saling menjatuhkan
antar sesama? Karena pada
intinya kita satu, satu bangsa.
Namun sejarahlah yang
membuat kita berbeda.
Lalu bagaimana dengan kasus
yang ada? Perang suku, agama,
bahkan perang ideologi yang
telah menebarkan ketakutan
dimana-mana? Padahal agama
lahir untuk membuat kehidupan
manusia tentram. Agama adalah
suatu fitrah yang tak terelakkan,
agama membuat manusia
merasa terlindungi. Bukan
membuat manusia merasa
terancam.
Dulu, ketika masyarakat masih
terbelenggu dalam ruang gelap.
Mereka ketakutan, cemas yang
berlebihan. Lalu mereka
menghadapkan wajah kelangit,
dan mempercayai jika ada yang
lebih kuat dihidup ini selain
dirinya. Namun kala itu manusia
belum tahu siapa yang lebih
kuat itu? Sehingga mereka
mengambil benda-benda dan
kepercayaan jika ada yang lebih
kuat daripadanya yang
kemudian dikenal dengan
paham animisme dan
dinamisme.
Namun, Tuhan mulai
mencerahkan dengan
menurunkan wahyu. Datanglah
Nabi Daud dengan kitab
zaburnya, Musa dengan
Tauratnya, Isa dengan injilnya,
Sidharta gautama dengan
Tripitaka, Hindu dengan
Wedanya, dan Muhammad
dengan Alquran Al Karimnya.
Semua kitab tersebut
memberikan sebuah sinyal yang
sama, jika yang lebih kuat
adalah Tuhan atau Dewa.
Sehingga agama bisa dikatakan
sebagai penawar keresahan
umat manusia.
Islam, dalam bahasa halus dan
menawan, dengan utusan yang
luar biasa yaitu Muhammad,
dengan tegas mengatakan
Innama Buistu li utammima
makarimal akhlak
(kedatanganku hanyalah diutus
untuk menyempurnakan
akhlak). Ini menunjukkan jika
Islam, terlebih di Indonesia yang
memiliki pemeluk lebih dari 150
juta dan 1,5 Milliar didunia ini,
memberikan pelajaran bagi yang
lain, yaitu kehidupan yang
bermoral, berakhlak. Terlebih
Islam secara bahasa bermakna
damai. Harusnya menjadi
pelopor Perdamaian.
Film tersebut, semoga
membawa spirit Perdamaian
bagi bangsa Indonesia. Yang
akhir-akhir ini, nampak
kehilangan identitasnya,
identitas sosiologis, historis
hingga budaya. Apalagi, Umat
Islam sebagai kaum mayoritas,
harus bisa menjadi tokoh
terdepan dalam perwujudan
perdamaian. Bukan malah
menjadi akar masalah dan
penebar teror yang meresahkan
masyarakat. Karena Alloh
dengan sangat tegas
mengatakan. La ikroha fiddin
(tidak ada paksaan dalam
beragama) dan kalimat luar
biasa diakhir surat Al Kafirun.
“ Lakum dinukum waliyadin”.
Wllohu’alam

THE DANCER / SANG PENARI




ah pedesaan pada tahun 1965. Mengupas kemiskinan, rendahnya literasi sehingga eksploitasi manusia dan tragedi kemanusiaan terjadi.

Satu kekhasan dari semua karya Ahmad Tohari adalah feature yang bertutur dengan sangat natural. Kental dengan nuansa desa dan budaya. Sehingga setiap kali menatap hamparan sawah, hutan desa yang kering, rumah berdinding bambu, mendengarkan gesekan dedaunan karena angin, daun-daun kering yang berjatuhan..selalu mengingatkan akan novel Ahmad Tohari khususnya ronggeng dukuh paruk.

sebelum menonton premiere film Sang penari, saya memiliki ekspetasi dalam imajinasi saya, seperti apakah film itu nanti mevisualisasikan teks dan konteks dalam novel ronggeng dukuh paruk? Bagaimana sosok srinthil, perempuan cantik khas jawa yang tentunya tidak berhidung mancung, berkulit sawo matang, dan kenes-nya sebagai penari ronggeng yang harus kalah oleh dentuman materi daripada mengikuti suara cinta dan keinginan untuk menjadi perempuan somah. Bagaimanakah gagahnya sosok rasus, laki-laki dengan karakter kebimbangan yang telah mengambil hati berikut cinta srinthil…untuk memperjuangkan srinthil bebas dari pilihan menjadi ronggeng. Serta karakter rasus sebagai laki-laki yang berupaya memperbaiki status sosialnya.

So far, bagi saya sosok srinthil diperankan dengan amat baik oleh prisia nasution. Sosok rasus yang diperankan oleh Nyoman Oka sudah cukup terwakili. Serta peran-peran aktor yang lain yang menurut saya sudah bagus castingnya, feel-nya dapat!


Menvisualisasikan teks dan konteks sebuah novel menjadi film memang bukan hal gampang. Dunia teks memiliki ruang kontemplatif dan dunia film lebih memiliki ruang rekreatif. Dalam hal ini yang saya merasakan kekurangan dari film ini. Saya menyadari tidak gampang mengadaptasi novel trilogi yang begitu kaya konteks menjadi film dengan durasi 2 jam.
tetapi dalam ending dalam film Sang penari, dengan ending Srinthil mungkin dengan gangguan sedikit mengalami gangguan mental tetapi mampu membebaskan dirinya untuk menjadi the truly dancer that meet her freedom–dance with heart not material reason–.

Anyway, atas narasi cerita, tema akan pesan sebuah budaya lokal yang tergerus jaman dan campur tangan kekuasaan, politik. Tema perempuan, seks, harga diri, kemiskinan dan rendahnya budaya literasi sehingga eksploitasi dan tragedi kemanusiaan, film ini sudah cukup merepresentasi dari novel aslinya. Pesan moral yang ingin disuarakan oleh Ahmad Tohari dalam novelnya sudah cukup tersampaikan.

Well, congratz…tuk para sineasnya dan pekerja kreatif didalamnya. :)